Selasa, 06 Februari 2018

Cerita Seks Renggut Perawan Pacarku Yang Berjilbab

Cerita Seks Renggut Perawan Pacarku Yang Berjilbab - Untuk pertama kalinya Ferdy melakukan hubungan seksual kepada pacarnya yang sama-sama masih duduk dibangku sekolah Madrasah. Cerita Seks, Cerita Dewasa, Cerita Tante Girang, Cerita Sedarah, Cerita Janda.

 Cerita Seks Renggut Perawan Pacarku Yang Berjilbab

Cerita Seks - Cerita ini mengisahkan bagaimana menikmati memek perawan berjilbab, Seorang gadis yang msih polos yang mau diajak Ferdy masuk kerumahnya, Antara Ayu dan Ferdy mereka berdua bersekolah di Madrasah , Ayu juga menaruh hati kepada Ferdy dan tak bisa menolak ajakan yang dia sukai, mereka kenal sudah dua tahun semenjak dia sama sama duduk dibangku kelas satu.

Lalu tiga bulan yang lalu saat menjelang Ujian Akhir Sekolah. Kelas pria dan wanita yang biasanya terpisah mulai digabung di beberapa kesempatan karena alasan peningkatan intensitas pelajaran. Siswa putra duduk di barisan depan, sedang yang putri di bagian belakang.

Tapi Ferdy duduk di barisan putra paling belakang sedang Ayu di barisan putri paling depan. Maka tak ayal Ferdy berada tepat di depan Ayu. Dan itulah awal kontak terdekat yang terjadi pada mereka.

Biasalah… Awalnya pura-pura pinjam alat tulis, tanya buku, ini… itu… Tapi senyuman makin sering tertukar dan kontak batin terjalin dengan pasti. Kadang ada alasan bagi keduanya untuk tidak keluar buru-buru saat istirahat, hingga ada masa singkat ketika mereka hanya berdua di dalam kelas; tanya-tanya pelajaran—alasan basi yang paling disukai setiap orang.

Dua bulan lebih dari cukup untuk memupuk rasa cinta. Meski pacaran adalah terlarang, dan keduanya belum pernah saling mengutarakan cinta, tapi semua teman mereka tahu keduanya adalah sepasang kekasih. Hubungan cinta yang unik di jaman yang serba bebas ini.

Dan Ayu begitu menikmati perasaannya. Setiap waktu teramat berharga. Sekilas tatapan serta seulas senyuman selalu menjadi bagian yang menyenangkan.

Lalu cinta mulai berkembang saat kenakalan muncul perlahan-lahan. Ayu sempat ragu saat Ferdy memintanya untuk datang ke Mall M sepulang sekolah sore itu. Sejuta perasaan bahagia membuncah di hati Ayu, bercampur dengan rasa takut dan kegugupan yang luar biasa.

Ia nyaris pulang lagi saat sore itu ia berdiri di pintu Mall untuk bertemu dengan Ferdy. Tapi cowok itu keburu melihatnya hingga ia tak dapat menghindar lagi. Ia tahu bahwa dirinya salah tingkah selama kencan pertama mereka.

Malamnya Ayu tak bisa tidur. Membayangkan tentang betapa menyenangkannya kencan mereka, saat untuk pertama kalinya Ferdy menggenggam tangannya selama berkeliling melihat-lihat banyak hal. Seluruh tubuhnya terasa panas dingin. Agen Domino

Ferdy bahkan membelikan sebuah hadiah berupa kalung mutiara yang sangat mahal untuk ukuran dirinya. Untaian mutiara itu sangat indah, putih memancarkan kilau yang terang. Cowok itu berkata,

“Walaupun aku tak akan dapat melihatmu mengenakan kalung itu, kuharap kamu mau tetap mengenakannya.” Dan tentu saja ia senantiasa mengenakan kalung mutiara itu.

Satu bulan itu dihiasi dengan kencan sembunyi-sembunyi yang sangat mendebarkan. Seperti bermain kucing-kucingan dengan semua orang yang Ayu kenal. Kalau ada satu saja orang yang tahu Ayu berduaan dengan seorang pria di Mall, maka Ayu tak dapat membayangkan petaka apa yang akan menimpanya.

Tapi berhenti dari melakukan itu ia yakini lebih mengerikan daripada terus menjalaninya. Karena, di sore itu, di satu sudut yang sepi di dalam Mall, tiba-tiba saja Ferdy mencium pipinya dengan cepat tanpa mengatakan apapun juga. Hanya sekilas, dan Ferdy membuat seolah-olah itu tak pernah terjadi. Tapi pengaruhnya sangat besar pada diri Ayu. Karena seluruh perasaannya bergemuruh dan membuncah.

Bercampur aduk hingga ia hanya bisa diam saja seperti orang bodoh. Sisa sore itu berlalu tanpa ada dialog apapun, karena Ayu tahu wajah putihnya telah berubah semerah udang rebus. Meninggalkan kesan terindah yang terbawa ke dalam mimpi bermalam-malam sesudahnya.

Tiga hari sejak peristiwa itu Ayu selalu berusaha menghindar dari Ferdy. Ia merasa malu, bingung dan takut. Bagaimanapun juga satu sisi perasaannya masih memiliki keyakinan bahwa cinta mereka mulai melewati batas. Tapi ia belum tahu cara kerja nafsu. Karena ketika akhirnya mereka bertemu kembali, Ayu tak bisa menolak saat di banyak kesempatan Ferdy mencium pipinya berkali-kali; kanan dan kiri.

Bahkan, saat Ferdy semakin nakal dengan meremas tangannya, memeluk tubuhnya dan mencium bibirnya (meski semua itu dilakukan Ferdy tak lebih dari lima detik saja), Ayu hanya terpana dan sangat menikmati semuanya. Sebelum berpisah, Ferdy berbisik pelan kepadanya, “Kamu mau, kan, main ke rumah esok sore?”

Anehnya, seperti seorang yang terhipnotis, Ayu mengangguk…

Maka, sore itu, dengan mengenakan gamis bercorak ceria khas remaja dengan hiasan renda bunga melati, dipadukan dengan jilbab pink yang disemati bros berbentuk kupu-kupu, juga sebuah tas jinjing dari kain kanvas, Ayu duduk di sofa ruang tamu di rumah Ferdy.

Menunggu kekasihnya mengambilkan dua gelas jeruk dingin dan sepiring buah-buahan segar. Matanya menatap ke sekeliling ruangan dan mendapatkan kesan yang sangat menyenangkan.

Kesan itu didapat, sebagian karena bagaimanapun ini adalah rumah orang yang ia cintai, dan sebagiannya lagi karena pemiliknya memiliki cukup banyak uang untuk menata dengan demikian indahnya.

Ayu tak tahu banyak soal dekorasi, tapi sesungguhnya rumah itu memang didesain dengan nuansa klasik yang sesuai dengan alam pegunungan tempat rumah itu berdiri. Perabotan, dari mulai lampu-lampu, tempat duduk, meja, lukisan-lukisan serta berbagai hal didominasi oleh corak bambu dan kayu asli.

Sementara dedaunan dan tanaman hijau—bercampur antara imitasi dan buatan—menghiasi sudut-sudut yang tepat. Air terjun buatan dibangun di samping ruang tamu, dengan cahaya matahari yang hangat menyinari dari kaca jendela samping.

Wilayah itu ditutup oleh kaca bening yang dialiri air dari atas, sehingga mengesankan suasana hujan yang indah dan menimbulkan bunyi gemericik air yang terdengar menyenangkan.

Lukisan pedesaan dipasang di satu sudut yang tepat bagi pandangan mata, dengan gaya naturalis hingga setiap detail nampak sangat jelas. Seperti sebuah foto namun memancarkan aura magis yang lebih kentara. Ayu sempat terpana dengan semuanya, dengan kesejukan yang melingkupi seluruh dirinya, sampai ia tak sadar kalau Ferdy telah duduk di sebelahnya, sedang menata gelas dan piring-piring.

“Maaf, ya… Seadanya. Habisnya Umi lagi ke Bandung ikut seminar, nemenin Abi…”

Ayu tersipu malu. Ia berasal dari keluarga yang lebih sederhana, sehingga rasa mindernya muncul saat mendapati rumah yang demikian besar dan mewah ini ternyata milik pacarnya.

“Nggak apa-apa, Ris. Ayu seneng, kok…” Ayu merasakan suaranya tercekat di tenggorokan.

Sore itu Ayu lalui dengan sangat menyenangkan. Ngobrol berdua, bercanda, tertawa, nonton film, main game PS hingga makan malam. Ayu baru tahu bahwa ternyata Ferdy bisa memasak. Pintar malah.

Kelezatan rasanya melebihi masakan yang pernah ia buat. Dengan malu ia mengakui itu di hadapan kekasihnya, yang membalasnya dengan ciuman pipi kanan yang lembut.

“Aku tetep cinta kamu, kok…”

Perlu diketahui bahwa Ayu saat itu berusia 16 tahun dan memiliki tubuh yang mulai matang sebagai seorang gadis. Posturnya juga tinggi dengan wajah manis yang terkesan keibuan. Tapi percayalah bahwa ia sangat polos, lebih polos dari gadis SD di kota besar yang telah mahir urusan peluk dan cium. Desa tempat ia tinggal sangat jauh dari arus informasi dan pengaruh buruk ibukota.

Maka ia tak menaruh prasangka apapun saat Ferdy mengajaknya menginap di rumahnya malam itu. Memang ini urusan yang tabu di desanya, tapi kepolosan Ayu membuatnya yakin bahwa Ferdy tak akan melakukan hal buruk terhadapnya.

Sehingga, pilihan berbohong ia lakukan agar bisa berduaan terus dengan kekasihnya. Ia telah bilang pada orang rumah bahwa ia akan menginap di rumah Ririn. Ia tahu orang tuanya tak akan curiga, karena hal itu biasa ia lakukan di waktu-waktu ujian sekolah. Apalagi menjelang Ujian Akhir seperti sekarang.

Suasana malam sangat sunyi dan suara jengkerik telah berganti dengan burung malam. Tak berapa lama rintik hujan mulai turun, dan Ayu tak menyadarinya sampai hujan itu berubah jadi deras. Sangat deras, karena di musim penghujan seperti ini hal seperti itu selalu saja terjadi. Kalau tidak karena suasana cinta yang tengah meliputinya, Ayu tak akan betah di rumah orang dalam situasi seperti itu.

O, iya… Sebetulnya Ayu dan Ferdy tidak benar-benar berdua di rumah, karena ada Hana, adik perempuan Ferdy yang sekarang duduk di bangku kelas 1 SMP. Makanya Ayu tidak terlalu merasa sungkan, karena ia bisa bermain dengan Hana juga di sepanjang sore dan malam itu.

Ferdylah yang agak kerepotan karena harus meminta Hana agar berjanji tidak memberitahukan keberadaan Ayu kepada orang tua mereka. Hana sebetulnya tidak susah dibujuk. Hanya saja keberadaannya menyulitkan karena ciuman-ciuman harus dilakukan secara hati-hati.

Peluk dan cium beberapa waktu yang lalu memang mendapatkan perlawanan (meski setengah hati) dari Ayu. Tapi hal itu tak berlaku malam ini, karena kini Ayu merasa lebih santai dan bebas. Di satu kesempatan Ferdy memeluknya sembari mencium bibirnya sekilas.

Di kesempatan lain ia dipeluk dari belakang, tepatnya saat ia mencuci piring bekas makan malam dan pria itu mengendap-endap dari belakang dan begitu saja melingkarkan tangan di pinggangnya. Ayu sempat menjerit pelan dan berusaha meronta, tapi tangannya yang memegang piring dipenuhi busa sabun hingga susah untuk bergerak.

Ia hanya menggelinjang pelan dan merengek lemah, saat pelukan itu makin erat dan ciuman di pipinya membuatnya terbius. Hampir saja Hana melihat perbuatan mereka, kalau Ferdy tidak buru-buru melepaskan pelukan di pinggang yang ramping itu.

Setelah mandi malam yang menyenangkan, di dalam bath-tub air hangat yang penuh busa dan peralatan mandi yang lengkap milik Umi Ferdy, Ayu bergabung dengan kakak beradik di ruang TV. Ia mengenakan busana malam yang lebih santai (setidaknya untuk ukuran gadis berjilbab); kemeja kaus lengan panjang putih bermotif garis warna biru dengan bawahan rok katun berwarna biru lembut, dipadukan jilbab simpel berwarna biru senada.

Parfum aroma bunga khas remaja ia seprotkan di tempat-tempat yang tepat untuk menyegarkan dirinya. Lalu ia duduk di samping Hana yang sedang tertawa menyaksikan film kartun di televisi.

Mata Ayu saat itu tertuju penuh ke televisi, namun pikirannya terbang ke alam tertinggi yang penuh imajinasi. Pelukan dan ciuman hangat dari Ferdy mau tak mau membangkitkan gairah terpendam yang selama ini tersembuyi jauh di dasar jiwanya.

Ia mengalami semacam sensasi aneh yang baru dikenalnya, yang sangat memabukkan dan membuatnya lupa diri. Jam baru pukul delapan malam namun kegelisahannya telah memuncak.

Ayu tak tahu atau mungkin tak berani mengakui bahwa dirinya telah dipenuhi sensasi seks yang menyenangkan. Terlebih ini adalah masa-masa suburnya. Letupan-letupan kecil yang dipicu oleh Ferdy membuatnya perlahan-lahan tebawa ke arus deras, hingga sulit terbendung oleh keremajaannya yang sedang membara.

Penghalang dirinya untuk melakukan hal-hal yang lebih seronok adalah rasa malu, takut serta ketidaktahuan yang besar tentang kondisi-kondisi semacam ini. Tapi pancingan-pancingan yang dilakukan oleh Ferdy dengan lihai membawanya pada pengalaman-pengalaman terlarang yang sangat menggairahkan. Semuanya akibat kepolosan sang gadis remaja.

Jam delapan lewat dua puluh menit Ferdy bangkit dari duduknya dan menarik tangan Ayu agar mengikutinya. Hana tak sadar karena ia terfokus pada acara televisi. Ayu menurut dan dadanya berdebar kencang saat Ferdy menariknya ke lantai dua.

Kalau Ayu sedikit lebih gaul, ia akan tahu Ferdy bermaksud melakukan sesuatu, tapi Ayu jauh lebih polos dari yang orang kira, hingga ia justru merasa senang saat Ferdy mengajaknya untuk melihat-lihat kamarnya.

Ia senang bisa tahu isi dalam kamar kekasih yang ia cintai. Ayu kagum pada suasana kamar Ferdy yang menyenangkan. Ia juga terkejut saat menemukan foto dirinya dalam pose separuh badan terpampang di dinding kamar. Foto itu ditutupi Ferdy oleh poster pemain bola, hingga tidak ada yang tahu bila setiap malam ia menarik poster itu dan memandangi foto gadis yang tersenyum manis di sana.

Ayu setengah lupa tentang kapan ia membuat foto itu. Ia merasa foto itu lebih cantik dari aslinya. Tapi Ferdy menjelaskan bahwa program komputer photoshop dapat melakukan banyak hal, seperti membuat gadis secantik dirinya terlihat lebih segar dan mempesona.

Ayu tersipu malu. Tapi itu belum seberapa, karena tiba-tiba Ferdy menarik dirinya agar berhadapan, lalu mengeluarkan sepasang anting mutiara dari kotak beludru di saku celananya. Ayu terperanjat. Ferdy berbisik mesra, “Ini pasangan kalung yang pernah kuberikan. Aku mau kamu mengenakannya…”

Mata Ayu berkaca-kaca. Kalau saja ia berani, ia sudah memeluk pria di hadapannya dan menciumnya bertubi-tubi. Tapi ia terlalu malu untuk melakukan hal semacam itu. Ia hanya salah tingkah, saat Ferdy meletakkan anting-anting itu di telapak tangannya dan berkata lagi,

“Aku pasangkan sekarang, ya…”
“Tapi…” Suara Ayu serak dan lirih.
“Tapi kenapa?”
“Ayu malu…”
“Kok malu? Bukankah kita saling mencintai?! Masihkah kita saling tertutup?”

Ayu bingung untuk menjawab, karena ini adalah momen pertama dalam hidupnya ketika ia harus membuka jilbabnya di hadapan seorang laki-laki. Wanita-wanita yang biasa berbikini di kolam renang atau berpakaian seksi di Mall-mall tentu tak akan paham kenyataan ini.

Tapi Ayu adalah perempuan yang sejak belasan tahun lalu selalu menutup seluruh bagian tubuhnya dan tak memamerkannya pada siapapun kecuali keluarganya.

Melepas jilbab baginya sama seperti melepas rok di depan kamera bagi gadis keumuman. Aneh? Memang! Tapi itulah kenyataannya. Ia setengah menangis saat tak kuasa menolak permintaan Ferdy yang menyudutkan itu. Ia memang diam.

Tapi dadanya bergemuruh hebat saat jemari Ferdy melepasi jarum dan peniti yang menyemati jilbabnya. Ia tertunduk dalam dan menahan nafas saat tangan kekasihnya menarik lepas jilbabnya.

Tangannya yang gemetar meremas-remas ujung kaus, dan tanpa sadar ia menggigit bibirnya sendiri saat Ferdy menarik dagunya agar mereka bisa saling bertatapan serta membelai rambutnya dengan mesra; rambut yang hitam lurus sepanjang bahunya.

“Kamu cantik sekali, Ayu…” Suara itu terdengar lirih, dan Ayu hanya terpejam menahan semua perasaannya. Itu adalah ekspresi terbodoh yang pernah ia lakukan, atau justru yang terbaik, karena semuanya mendorong Ferdy untuk mengecup bibirnya dengan lembut.

Ciuman hangat dan penuh cinta, membawa Ayu terbang tinggi dan melupakan dunia ini. “Mmmh…” Ayu hanya terpejam pasrah. Tubuhnya gemetar hebat. Tapi mulutnya terbuka lebar saat lidah Ferdy mulai menjulur dan menggelitiki rongga mulutnya.

Lidahnya ikut bergerak meski masih sangat kaku, saling menggelitiki untuk mendapatkan sensasi aneh yang sempurna. Tangannya begitu saja memeluk lengan Ferdy yang kokoh, yang saat itu tengah melingkarkannya di pinggangnya sendiri.

Waktu seakan berhenti. Dan keduanya terpaku seperti sepasang patung sihir. Hanya helaan nafas yang terdengar di sela-sela ciuman membara dan dipenuhi gelora cinta. Kedua tubuh itu merapat dan saling bergesekan, seakan tak dapat terpisahkan. Saling memberikan rasa hangat yang aneh dan membangkitkan seluruh saraf yang tertidur.

Keduanya baru berhenti ketika nafas mulai habis dan terengah-engah kelelahan. Ayu kaget dan merasa malu sekali. Mulutnya basah akibat ciuman panas itu. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa selain menanti yang terjadi selanjutnya. Ia membiarkan Ferdy memasang anting-anting di kedua telinganya. Ia menahan rasa geli saat jari jemari Ferdy seakan menggelitik kedua telinganya, dan menurut saja ketika pria itu menuntunya ke hadapan cermin besar.

“Lihat… Kamu cantik sekali..”

Ayu melihat sekilas ke cermin, menyaksikan dirinya sendiri tanpa jilbab, dengan dihiasi anting-anting dan kalung mutiara dari kekasihnya. Ia merengek manja dan menutup muka dengan telapak tangannya.

“Aah… Ferdy jahat… Ayu malu…” “Malu sama siapa?” Mereka bercanda dengan mesra dan lebih hangat.
Ciuman tadi telah menyingkapkan tabir kekakuan yang telah terbentuk selama ini. Mereka kini lebih mirip sepasang kekasih, dengan pelukan dan ciuman hangat yang sarat nuansa cinta.

Pagi itu adalah pagi terindah bagi Ayu. Menghidangkan sarapan di meja makan untuk Ferdy membuatnya merasa seperti seorang istri yang melayani suaminya. Ferdy dan adiknya sangat puas dengan masakannya.

Canda tawa menghiasi makan pagi mereka yang berlangsung dengan santai. Seusai makan Hana langsung berangkat sekolah, meninggalkan sepasang sejoli yang dimabuk asmara itu tanpa kecurigaan apapun.

Membiarkan keduanya menikmati hari dalam kemesraannya. Tapi, kalau kamu berpikir malam itu keduanya melakukan hubungan-hubungan khusus suami istri, percayalah bahwa kamu salah besar. Mereka masih terlalu penakut untuk melakukan hubungan yang lebih jauh.

Meskipun ciuman mereka semakin panas, aktivitas lain masih terhitung sopan karena tangan Ferdy tak pernah bergerilya seperti tangan para professional. Masih tetap pelukan sopan yang tak melibatkan rabaan ataupun sentuhan lain. Keduanya tidur terpisah dan tak ada aktivitas nakal di malam hari.

Ayu pulang dari rumah Ferdy sekitar pukul sepuluh pagi, setelah banyak ciuman tambahan sehabis sarapan dan mandi pagi. Kepada orang rumah ia bilang sekolah pulang cepat. Seharian ia lebih banyak mengunci diri dalam kamarnya, menikmati sensasi imajinasi yang semakin liar dibanding waktu sebelumnya.

Pertemuan selanjutnya ternyata lebih lama dari yang diduga. Keduanya benar-benar tersibukkan oleh tugas-tugas sekolah, hingga baru bertemu lagi (untuk berduaan tentunya) dua minggu setelahnya. Keluarga Ferdy berlibur ke rumah nenek di luar kota.

Alasan ujian membuat Ferdy bisa menghindar dari paksaan orang tuanya, sehingga rumahnya bebas selama satu minggu penuh. Itulah saat yang tepat untuk bermesraan dengan Ayu, dan ia telah menyiapkan banyak hal untuk pekan yang istimewa itu.

Ayu datang pagi hari itu dengan mengenakan seragam sekolahnya. Perpisahan yang cukup lama ternyata membuat gadis itu lebih agresif, sehingga, meskipun tetap Ferdy yang harus memulainya, Ayu memberikan balasan yang sedikit liar dan nakal.

Ferdy sampai megap-megap kewalahan. Sesudahnya mereka tertawa-tawa sambil berpelukan di atas sofa, sembari mata mereka menatap layar TV tanpa bermaksud menontonnya. Sekitar menjelang siang Ayu dibonceng Ferdy untuk main ke Mall M.

Setelah itu dilanjutkan ke taman L dan bermain sepeda air di sana. Mereka juga melakukan banyak hal yang menyenangkan, yang membuat mereka lupa waktu.

Hari telah senja ketika keduanya memutuskan untuk pulang, saat langit berubah gelap dan tiba-tiba saja menjadi hujan yang sangat deras sebelum keduanya tiba di rumah. Tak sampai lima menit ketika keduanya berubah basah kuyup, dan Ayu telah menggigil kedinginan saat perjalanan belum mencapai setengahnya.

Keduanya tiba di rumah saat menjelang makan malam. Oleh-oleh yang mereka beli di jalan telah basah kuyup dan tak ada satu bagianpun yang kering dari diri mereka. Tubuh Ayu menggigil hebat dan wajahnya pusat pasi.

Bibirnya agak membiru. Ferdy bergegas membawa gadis itu ke dalam rumah dan menyiapkan air panas di bath-tub kamar atas. Sementara menunggu gadis itu mandi, ia menyiapkan dua gelas susu coklat panas dan sekaleng biskuit kacang.

Ia sendiri langsung mandi setelah itu, dan keduanya selesai setengah jam kemudian. Ayu baru sadar bahwa ia tidak memiliki pakaian ganti, dan kebingungan sampai mengurung diri di kamar mandi. Ferdy berusaha meminjamkan pakaian ibunya, tapi pakaian bersih ibunya terkunci dalam lemari.

Sementara itu pakaian Hana juga tak muat dan terlalu kecil. Untunglah Ferdy ingat bahwa di kamar tamu ada pakaian-pakaian saudara sepupunya, yang biasa disimpan di sana untuk dipakai jika menginap di rumah Ferdy.

“Tapi… Sepupuku tidak berjilbab. Jadi pakaiannya agak… Kamu coba aja deh cari yang pas. Aku tunggu di ruang TV…” Ayu kebingungan sendiri di kamar tamu itu. Ia agak risih karena semua pakaian di dalam lemari itu adalah pakaian-pakaian yang gaul, serba ketat dan serba minim.

Cukup lama ia memilih dan tidak menemukan juga pakaian yang cocok untuk dirinya, sehingga ia memilih pakaian yang menurutnya agak paling sopan. Tapi tetap saja serba minim. Dengan malu ia mengenakan pakaian pilihannya dan menghampiri kekasihnya di ruang TV.

Wajah Ferdy berubah kaget dan matanya bergerak kesana-kemari; mata yang biasa Ayu temukan pada pria-pria nakal di pinggir jalan. Tapi Ayu tahu semua ini karena dirinya, dan setengah menangis ia berusaha menutupi keterbukaan dirinya dengan kedua tangan.

Bagaimana tidak?! Inilah pertama kalinya seumur hidup ia mengenakan pakaian minim di hadapan seorang pria, meskipun itu adalah kekasihnya juga. Sepupu Ferdy bertubuh lebih pendek dan kecil dari dirinya,

Sehingga kaus pink tipis bergambar Barbie yang ia kenakan benar-benar melekat ketat di tubuhnya, menampakkan lekuk-lekuk yang nyata dan mempesona. Bahkan bagian pusarnya tidak betul-betul tertutupi, meskipun berkali-kali ia berusaha menarik kaus itu ke bawah.

Sementara itu, celana hijau lumut selututnya juga sama ketatnya, dan tidak benar-benar selutut, karena tubuh Ayu yang tinggi. Ayu sebetulnya memiliki kulit yang putih bersih dan lekuk yang indah, sehingga ia nampak cantik menawan dengan pakaian seksi itu.

Terlebih rambut panjangnya masih setengah basah, menciptakan sedikit gelombang yang menambah aura kecantikannya. Tapi Ayu tak terbiasa dengan hal-hal seperti itu, hingga ia merasa dirinya buruk dan norak.

Ia takut Ferdy meledeknya, serta jengah dengan keterbukaannya sendiri. “Kamu cantik sekali, Ayu …” Suara Ferdy terdengar bergetar, dan Ayu merinding ketika pria itu malah mendekatinya dan berusaha memeluknya. Ia berusaha menghindar dan tangannya menolak pelukan Ferdy.

“Ayu malu… Jangan, Ferdy… Jangan…” “Lho… Kenapa?”

Ayu hanya menggeleng dan Ferdy berusaha menghormatinya. Mereka menghabiskan malam dengan menonton TV dan menghabiskan susu hangat di meja. Namun Ayu agak lebih pendiam dan gelisah. Tangannya terus-terusan memeluk bantal besar, berusaha menutupi apa yang ada di baliknya.

Ia tak tahu bahwa pria di sebelahnya lebih gelisah lagi, meski alasannya sedikit berbeda. Ia terlalu sibuk oleh pikirannya sendiri hingga tak sadar bahwa mata Ferdy terus menelusuri dirinya, seolah berusaha menelanjangi. Awalnya Ayu tak sadar pada sentuhan itu.

Berkali-kali Ferdy mencium pipinya, tapi ia menganggap wajar hal tersebut. Itu hal yang biasa mereka lakukan, dan Ayu menganggapnya sebagai sun sayang yang biasa ia dapatkan. Tapi Ferdy kini telah melingkarkan tangan kiri melalui sandaran sofa dan mendarat di bahunya.

Sedang tangan kanan diletakkan di atas lutut Ayu yang terbuka. Cuaca memang sangat dingin akibat hujan yang tidak juga berhenti, hingga elusan di lututnya terasa nyaman dan menghangatkan, membuat Ayu setengah tak sadar ketika elusan itu makin merambat ke atas pahanya yang sedikit tersingkap.

Ayu sangat suka nonton sinetron dan tayangan di TV adalah sinetron favoritnya. Adegan dan kata-kata romantis di layar kaca seperti memberi hipnotis tersendiri. Adegan ciuman memang disensor, tapi hal itu justru membuatnya tak kuasa menolak saat ciuman Ferdy beralih ke bibir basahnya.

Untunglah saat itu sedang iklan, hingga ciuman dari Ferdy dapat diterima oleh Ayu sepenuhnya, yang baru sadar bahwa posisi duduk kekasihnya sangat mengintimidasi dirinya.

Tapi ciuman itu begitu manis dan menyenangkan, memunculkan rasa hangat yang menggelora yang sangat ia rindukan. Tak perlu menunggu lama untuk membangitkan hasrat gadis itu. Pengalaman telah mengajarkan banyak hal kepadanya, sehingga lidahnya langsung menyambut saat Ferdy mulai mengajaknya bermain-main.

Bibir Ayu termasuk agak tipis, merah dan masih alami. Namun lidahnya lincah dan pandai bergerak. Dengan daya dukung kecerdasan di atas rata-rata, ia menjadi gadis yang cepat belajar dan tahu bagaimana cara memuaskan lawan mainnya.

Ferdy sendiri sangat kaget dengan kecepatan Ayu dalam mempelajari teknik-tekik baru, hingga di akhir pertandingan lidah mereka, ia membiarkan sang gadis mengalahkannya hingga pipi gadis itu merona akibat agresivitasnya sendiri.

Ketika berciuman Ayu lupa pada apapun. Tapi setelah selesai ia baru sadar bahwa sejak tadi tangan kanan Ferdy terus-terusan membelai-belai pahanya, bergantian antara kanan dan kiri. Kini ia benar-benar merasakan rangsangan itu, rangsangan yang lebih terkesan dewasa dibanding sekedar ciuman bibir.

Tangannya bertindak cepat, mencegah Ferdy sesaat sebelum tangan kekasihnya itu menyentuh bagian pangkal pahanya. Mulut mereka terdiam dan hanya mata yang berbicara. Ferdy  meminta, Ayu menolak halus. Tangan Ferdy bergerak lagi, tapi Ayu mencegah lagi.

Ferdy tersenyum manis. “Maaf, ya… Aku kelewatan…” Ayu ikut tersenyum. “Lebih baik kita dengar musik aja, ya! Kita berdansa. Seperti di film.” Ayu diam menunggu dan manut saja pada apa yang diinginkan kekasihnya. Suara lembut mengalun dari player, dan tangan Ferdy menjulur padanya.

Ayu grogi karena ia belum pernah berdansa sebelumnya. Ferdy meyakinkan bahwa ia sama tidak tahunya seperti Ayu. Jadi tak usah malu karena mereka hanya berdua di sini. Dengan langkah-langkah kaku tubuh mereka bergerak pelan, saling berpelukan.

Keduanya tertawa pada gerakan masing-masing, tapi tetap merasa senang karena ciuman dimulai lagi beberapa saat sesudahnya. Tubuh Ayu hampir sama tingginya dengan Ferdy, hingga ia tak perlu berjinjit untuk menyambut pagutan pria itu.

Ia tak tahu bahwa kecantikannya makin memesona diri Ferdy dan keremajaannya terus memancing-mancing gairah. Belum lagi aroma parfum menebar dari seluruh tubuhnya. Tangan Ferdy tak tahan untuk tidak mengelus-elus tubuh bagusnya, bergerak dari pinggang ke arah atas.


Ayu masih setengah menganggap elusan itu adalah bagian dari gerakan berdansa. Ciuman bibir Ferdy membuat tubuhnya lemas, hingga elusan itu ia nikmati saja seperti halnya ciuman di bibirnya.

Terasa geli saat menyentuh bagian samping dadanya.“Mmmh… Mmhhh…” Elusan tangan Ferdy makin mengarah ke dada Ayu, membelai-belai benda yang lunak dan empuk itu.

Gadis itu mengejang karena rasa aneh yang melandanya. Itu adalah sentuhan pertamanya, dan ia masih sangat sensitif. Tangannya secara refleks berusaha mencegah, tapi Ferdy yang tak mau gagal lagi berusaha menahan Ayu agar tetap diam.

Ciumannya makin liar hingga Ayu tak bisa mengelak. Remasan di dadanya terasa makin nyata, membuat Ayu terengah-engah akibat rangsangan hebat di tubuhnya. Ia tak kuasa mencegah remasan itu, karena bagaimanapun dirinya ternyata menikmatinya.

Keduanya terengah-engah akibat ciuman yang panjang itu. Sedang muka Ayu makin memerah, karena ia benar-benar terangsang oleh remasan tangan Ferdy di dadanya.

Payudaranya yang berisi membuat genggaman Ferdy terasa penuh. Ia membiarkan dirinya terdesak ke dinding, hingga ia tidak sampai merosot jatuh saat remasan tangan Ferdy makin lincah dan mempermainkan puncaknya yang masih tertutup kaus.

Ia hanya mendongak setengah terpejam dan tangannya yang bingung merapat ketat di tembok. Ia makin belingsatan karena di saat yang bersamaan ciuman Ferdy  mendarat di dagu dan lehernya bertubi-tubi. Lehernya cukup panjang dan jenjang, hingga kepala Ferdy dapat terbenam di sana dan memagut-magutnya seperti ular.

Ayu merasakan air mata mengalir lewat sudut matanya. Ia sangat kebingungan mengenali perasaannya saat ini. Remasan tangan kanan Ferdy berganti menjadi ciuman bibir. Ia sempat menunduk dan hanya melihat rambut kekasihnya. Kepala Ferdy terbenam di buah dadanya yang telah mengeras kencang, dan Ayu dapat mendengar kecipak-kecipuk saat Ferdy melahap dadanya itu dengan sedikit buas. Agen QQ

“Ferdy… Ferdy… Ohhh. Apa yang kamu lakukan sama Ayuuu… Mmhhh… Jangan, Ris… Aahh…”

Ferdy telah menggulung kaus ketatnya ke arah atas, berusaha menyingkapkannya agar buah dada itu lebih leluasa dinikmati. Lelaki itu terus meremas-remas dengan lembut dan penuh perasaan. Menjepit dan mempermainkan putting susunya yang masih tertutup BH tipis berwarna krem.

Mungkin Ferdy merasa gemas mendapati payudara yang demikian empuk dan kenyal itu, payudara perawan yang masih sangat sensitif dari sentuhan.

Keadaan Ayu kini sungguh mengenaskan. Kekasihnya menyerangnya di berbagai tempat, mempermainkan dirinya seperti sebuah boneka. Bibir dan tangan kiri di payudaranya, tangan kanan di sela-sela pahanya.

Semuanya adalah sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Dulu ketika ia belum pernah mengalaminya, ia selalu berjanji bahwa ia hanya akan melakukan ini dengan suaminya di atas ranjang pernikahan.

Dulu ketika hal ini tak pernah terbersit dalam benaknya, ia sangat yakin mampu menjaga kehormatannya. Tapi kini ketika benar-benar mengalaminya, ia tak tahu apakah ia akan tetap sekuat itu.

Sentuhan-sentuhan ini terlalu melenakan dirinya, dan membangunkan perasaan rindunya yang telah lama terpendam. Ia sangat bingung hingga hanya mampu meneteskan air mata dan meremas remas rambut Ferdy.
“Aku sayang kamu, Ayu … Mmmh… Aku sayang kamu…” Terdengar rayuan Ferdy di sela-sela kesibukannya.

Ayu hanya mampu menjawabnya dengan erangan-erangan aneh, karena saat itu tangan kanan Ferdy telah menembus langsung ke pangkal pahanya. Jari jemari pria itu menggosok-gosok dan mempermainkan di tempat yang paling sensitif, hingga Ayu merasakan celananya basah oleh cairan yang tak ia kenal sebelumnya.

Memang sentuhan tersebut bukanlah sentuhan langsung karena tubuh Ayu masih tertutup CD tipis dan celana ketatnya. Tapi ini adalah sentuhan pertamanya, dan semuanya sudah lebih dari cukup untuk membangkitkan rangsangan dahsyat itu.

Apalagi setelah beberapa lama Ferdy tidak juga menghentikan aktivitasnya, melainkan menggesek-gesek dengan lebih liar. Kemaluannya terasa seperti diaduk-aduk, hingga makin lama ia makin merasakan desakan yang aneh sangat sulit ia pahami. Ia tak dapat menahan perasaannya. Ia terus mengerang… mengerang… hingga desakan itu makin menuju ke arah puncak… Ia tak sanggup bertahan lagi…

“Aaahh… Aaahh… Akhhhhh….” Ayu menjerit panjang saat orgasme melanda tubuhnya untuk pertama kalinya. Tubuhnya mengejang kuat, melengkung seperti busur. Kakinya merapat menjepit tangan Ferdy yang tak juga berhenti bergerak. Ia merasakan letupan-letupan dahsyat seperti sebuah terpaan badai. Dunia dipenuhi warna yang berpadu dengan indahnya.

Demikian cerita perawan yang sudah oomgenit bagikan untuk kamu, nantikan Cerita-Cerita Seks, Cerita Dewasa, Cerita Sedarah, Cerita Janda, Cerita Tante Girang selanjutnya hanya di Oomgenit.blogspot.co.id

 Agen Domino

Tidak ada komentar:

Posting Komentar